Sabtu, 11 April 2015

MARXISME: MAKNA DAN RELEVANSINYA (3)

Tiga:
Peran Sentral Kelas Buruh


Kekuasaan untuk Kaum Buruh
Pemerataan kemakmuran. Sama-sama makmur, sama-sama bisa mengakses sumber-sumber daya kehidupan, dan sama-sama bisa mengaktualisasikan diri seutuhnya. Itulah Masyarakat Sosialis yang sesungguhnya. Masyarakat yang demikian memprasyaratkan perkembangan tenaga-tenaga produktif.

Tanpa perkembangan tenaga-tenaga produktif, “masyarakat sosialis” tidak lain dari “pemerataan kemiskinan.” Jika itu terjadi, sebagaimana dikatakan Marx, “semua sampah lama bakal hidup kembali.” Adapun yang dimaksud Marx dengan “semua sampah lama” adalah terbelahnya (kembali) masyarakat ke dalam kelas-kelas, kesenjangan ekonomi, perjuangan kelas, dan perang.

Dalam skala dunia, sejatinya problem ini telah terjawab. Basis material bagi Sosialisme sudah tersedia. Tapi, perkembangan kapitalisme membuat basis material tersebut tidak terdistribusi secara merata. Sebutlah misalnya,  di AS output per orang per jam, yang dirata-rata untuk semua sektor perekonomian, meningkat dari 37 unit pada 1870 menjadi 100 unit pada 1913, menjadi 208 unit pada 1938 dan menjadi hampir 400 unit pada 1963.

Di lain pihak, di kebanyakan negeri “terbelakang” secara keseluruhan produktivitasnya masih sangat rendah. Produktivitas memang sengaja dibuat supaya tetap rendah oleh kekuatan persaingan negeri-negeri maju dan oleh transfer sumber-sumber daya dari “negeri-negeri terbelakang” ke “negeri-negeri maju” oleh imperialisme.

Pada 1950, seorang pakar ekonomi Tiongkok mengemukakan:

Di AS rata-rata ada sekitar 600 kali lebih banyak kapital industrial per kepala (dari populasi) ketimbang di Tiongkok, atau lebih dari 900 kali lebih banyak bila kita memperhitungkan kapital manufaktur saja.

Hal yang sama berlaku bagi negeri-negeri “Dunia Ketiga” lainnya – yang meliputi dua pertiga umat manusia!

Kenyataan dari perkembangan kapitalisme yang “terpadu dan tidak merata” ini meniscayakan watak internasional dari Sosialisme sekaligus gerakan revolusioner untuk mewujudkannya.

Gerakan itu harus didasarkan pada kelas-kelas buruh industrial. Ini bukan soal dogma. Ini fundamental bagi analisis Marxis tentang masyarakat, yang dengan serius memperhatikan situasi kehidupan aktual kaum buruh modern dan membandingkannya dengan semua kelas tertindas pada epos-epos sejarah sebelumnya.

Masyarakat-masyarakat pra-kapitalis dicirikan oleh tingkat produktivitas yang rendah. Di samping itu, rakyat pekerja (entah para budak, hamba-sahaya, atau kaum tani “merdeka”) pada umumnya bekerja dalam kelompok-kelompok yang terbilang kecil, yang terisolasi dari kelompok-kelompok serupa yang tersebar di pedalaman. Kenyataan ini menyulitkan mereka untuk berpikir secara kolektif, apalagi beraksi sebagai sebuah kelas.

Menulis tentang kaum tani Prancis, Marx pernah mengemukakan:

Sejauh jutaan keluarga hidup dalam kondisi-kondisi eksistensi ekonomi yang memisahkan cara hidup mereka… dari [cara hidup] kelas-kelas yang lain, dan menempatkan mereka dalam pertentangan yang tajam dengan yang terakhir, mereka membentuk sebuah kelas. Sekadar interkoneksi lokal di antara para tani kecil ini, serta kesamaan kepentingan-kepentingan mereka, tidak melahirkan suatu kesatuan, [tidak melahirkan] persatuan nasional, dan [tidak melahirkan] organisasi politik, mereka tidak membentuk suatu kelas. Konsekuensinya, mereka tidak memiliki kesanggupan untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan kelas mereka … Mereka tidak bisa mewakili diri mereka sendiri, mereka harus diwakili.

Para budak, hamba sahaya, dan tani bisa dan sering melakukan pemberontakan, membakar rumah-rumah dan membunuh para bangsawan (lord), imam, dan ahli hukum. Yang mereka tidak bisa lakukan, kecuali untuk kurun waktu yang singkat dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, adalah memberlakukan kekuasaan mereka sebagai kelas atas masyarakat. Para penguasa lama atau yang lain-lainnya mengambil tempat mereka. Sebab kaum tani itu cepat atau lambat bubar dan kembali ke tanah garapan mereka masing-masing, atau kelaparan. Para penguasa profesional muncul untuk “mewakili” mereka.

Pemusatan kelas buruh modern ke dalam unit-unit besar di kota-kota, serta perkembangan yang luar biasa dari alat-alat komunikasi membuka kemungkinan bagi serikat buruh dan organisasi politik. Mereka memungkinkan kelas buruh, yang merupakan mayoritas besar, untuk memberlakukan kehendak kolektif mereka atas masyarakat. Tidak ada pengganti mereka. Sosialisme adalah suatu masyarakat yang didasarkan pada kerjasama sukarela di antara rakyat pekerja. Sosialisme tidak bisa didirikan tanpa kehadiran kelas buruh modern, tidak bisa diberlakukan “dari atas.”

Marx mengambil Komune Paris 1871 sebagai model kekuasaan kelas buruh. Secara hakiki, penggambaran Marx tentang cara kerja Komune Paris merupakan garis besar sebuah “negara buruh”, kendati munculnya industri berskala besar telah membuat dewan-dewan buruh yang didasarkan pada unit-unit produktif menjadi lebih penting ketimbang organisasi wilayah.

Komune terdiri dari dari anggota-anggota dewan kotapraja yang dipilih melalui pemilu yang universal … yang bertanggungjawab dan bisa di-recall dalam jangka waktu yang pendek. Mayoritas anggota-anggotanya secara alami adalah kaum buruh … Komune harus menjadi sebuah badan pekerja, bukan lembaga parlementer, melainkan badan eksekutif dan legislatif pada saat yang sama … Polisi dilucuti atribut-atribut politiknya dan diubah menjadi agen dari Komune, yang bertanggungjawab dan setiap saat bisa di-recall.

Demikian pula para pejabat dari semua cabang administrasi lainnya. Dari anggota-anggota Komune ke bawah, pelayanan publik harus dilakukan dengan upah para pekerja. Kepentingan-kepentingan terselubung dan kelonggaran-kelonggaran para pejabat tinggi lenyap bersama dengan pejabat-pejabat tinggi itu sendiri… Seperti selebihnya dari para pelayan masyarakat, para magistrat dan hakim harus dipilih, bertanggungjawab, dan bisa di-recall … Dekrit pertama dari Komune adalah penghapusan tentara reguler dan penggantiannya dengan rakyat yang dipersenjatai.


Sungguh suatu rezim yang revolusioner dan demokratis. Rezim yang dengan solid didasarkan pada kelas buruh!  Rezim macam ini instrumen yang hakiki bagi transisi menuju Sosialisme. Untuk mendirikan rezim yang revolusioner dan demokratis ini, mesin negara kapitalis harus diakhiri. Sebab, jelaslah sudah, kekuasaan kaum buruh tidak bersesuaian dengan segala jenis hirarki birokratis dan represif manapun! ***

Disadur oleh Pandu Jakasurya dari Duncan Hallas, The Meaning of Marxism, https://www.marxists.org/archive/hallas/works/1971/meaning/marxism.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar