Satu:
Kita Butuh Teori
Marxis!
Masa
lalu itu penting. Sebab kita tidak bisa memahami apa yang ada sekarang kecuali bila
kita memiliki pemahaman tentang bagaimana hal-ihwal yang ada sekarang bisa
terjadi. Yang lebih penting, bila rakyat pekerja menyadari apa yang sedang
terjadi, dan itu berarti mengetahui sesuatu tentang apa yang telah terjadi,
mereka bisa mempengaruhi hasilnya secara signifikan. Begitulah ajaran guru
kita, Karl Marx.
Kelas
majikan beserta para politisi dan kaum intelektualnya memiliki sejenis gambaran
tentang dunia, tentang bagaimana dunia berubah, dan tentang apa yang mungkin
bagi mereka. Pendeknya, mereka memiliki gambaran tentang sejarah. Mereka
membuat keputusan-keputusan, setidaknya dalam sebagian, dalam terang
pengetahuan itu. Kita, selaku kaum buruh dan kaum revolusioner, perlu memiliki gambaran
kita sendiri, pengetahuan kita sendiri, teori kita sendiri. Marxisme adalah
suatu teori tentang sejarah bagi kelas buruh. Tapi mengapa suatu teori tentang
sejarah? Bisakah fakta-fakta berbicara bagi dirinya sendiri?
Dalam
kenyataannya, fakta-fakta tidak pernah berbicara bagi dirinya sendiri. Ada
begitu banyak fakta, tak terhitung jumlahnya. Fakta-fakta mana yang penting
bergantung pada jenis teori yang kita miliki. Pada gilirannya, hal ini
bergantung pada ketertarikan Saudara, pada apa yang sedang coba Anda lakukan.
Marx
tertarik, pertama dan terutama, pada perubahan sosial. Konsepsi materialisnya
tentang sejarah pada hakikatnya merupakan suatu panduan untuk masa kini dalam
terang masa lalu. Idea-idea dasariahnya sederhana, kendati penerapan dan
perkembangannya seringkali kompleks. Dalam Manifesto
Komunis,Marx dan Engels menandaskan:
Sejarah dari semua masyarakat
yang ada sampai sekarang adalah sejarah dari perjuangan-perjuangan kelas. Orang
merdeka dan budak, patrician dan plebian, baron dan serf, pemilik
gilda dan pekerja, dalam satu kata, penindas dan yang-tertindas, yang secara
konstan berdiri berhadap-hadapan saling berlawanan, menggelar suatu peperangan
yang tak ada putus-putusnya, kadang terbuka, kadang tertutup; suatu peperangan
yang selalu bermuara entah dalam transformasi revolusioner atas seluruh masyarakat
atau dalam kehancuran bersama dari kelas-kelas yang saling bertempur…
Lagi,
Masyarakat
kapitalis modern, yang lahir dari reruntuhan masyarakat feodal, tidak
menghapuskan antagonisme-antagonisme kelas. Ia hanya menggantikan kelas-kelas
yang lama dengan kelas-kelas yang baru, kondisi-kondisi penindasan yang lama
dengan kondisi-kondisi penindasan yang baru, bentuk-bentuk peperangan yang lama
dengan bentuk-bentuk peperangan yang baru.
Kelas-kelas,
bukan orang-orang hebat, adalah yang terpenting. Tentu saja kelas-kelas terdiri
dari individu-individu. Beberapa individu memang lebih penting daripada yang
lain. Tapi “Soeharto yang jahat” atau “Bung Karno yang baik”, dari sudut
pandang Marxis, penting karena kepentingan-kepentingan kelas yang mereka wakili
ketimbang kebajikan-kebajikan atau kejahatan-kejahatan personal mereka.
Hal
itu segera mencuatkan poin yang lain. Bila perjuangan antara kelas-kelas
merupakan motor yang sesungguhnya dari sejarah, maka “kebaikan” dan “kejahatan”
adalah istilah-istilah yang relatif. Apa yang baik bagi satu kelas mungkin
jahat bagi kelas yang lain. Revolusi Besar Prancis pada akhir Abad XVIII adalah
hal yang baik dari sudut pandang kelas borjuis. Borjuasi adalah orang-orang
yang paling diuntungkan oleh revolusi tersebut. Tapi revolusi yang sama
merupakan hal yang sangat buruk bagi aristokrasi. Sebab kaum aristokrat kehilangan
hak-hak istimewa mereka dan tanah-tanah mereka. Bahkan dalam sejumlah kasus,
mereka kehilangan kepala-kepala mereka!
Faktanya,
tidak ada sejarah yang tak memihak. Setiap orang adalah bagian dari suatu
masyarakat dan dari suatu kelas dalam masyarakat itu. Sejarawan yang mengklaim
dirinya tidak memihak adalah suatu tipu-daya. Entah ia sedang menipu dirinya
sendiri entah para pembacanya. Apakah ini berarti bahwa pandangan manapun tentang
sejarah sama baiknya dengan pandangan-pandangan yang lain? Poinnya adalah bahwa
idea-idea tentang masyarakat selalu berhubungan, kadang-kadang secara langsung,
kadang-kadang secara tidak langsung, dengan kepentingan suatu kelas atau
kepentingan kelas yang lain.
Tapi
mengapa kita harus mempercayai bahwa kepentingan-kepentingan kita, katakanlah,
secara etis lebih baik daripada kepentingan-kepentingan kelas kapitalis? Sebagian
dari jawabannya bisa kita simak dalam kata-kata Marx”, yakni bahwa “gerakan
kelas buruh adalah gerakan yang sadar dari mayoritas yang sangat luas seturut dengan
kepentingan dari mayoritas yang sangat luas.”
Ada
suatu alasan yang lebih mendasar. Jenis masyarakat yang eksis dalam suatu
tempat tertentu pada suatu waktu tertentu bergantung pada cara manusia mencari
dan beroleh nafkah.
Kapak-kapak
batu dan tombak-tombak kayu dipergunakan oleh suatu masyarakat suku yang
berbasiskan perburuan dan tidak mengenal pembagian masyarakat ke dalam
kelas-kelas. Setiap pencapaian teknis berikutnya – bajak kayu, mesin yang
digerakkan oleh air, mesin uap – mempunyai konsekuensi-konsekuensi sosial. “Asumsikanlah
tahapan-tahapan partikular dari perkembangan produksi, perdagangan, dan
konsumsi,” tulis Marx, “dan Saudara akan mendapati suatu pengorganisasian
keluarga, tatanan-tatanan, atau kelas-kelas yang sesuai dengan itu; pendeknya,
suatu masyarakat sipil yang sesuai dengan itu … kondisi-kondisi politik yang
partikular.”
Semua
bentuk masyarakat sebelum kapitalisme sama-sama memiliki hal ini. Level
teknikal, atau, bila kita menyebutnya dengan cara lain, produktivitas kerja,
terlalu rendah untuk memungkinkan tiap-tiap orang menikmati suatu standard
hidup yang layak. Eksistensi kelas-kelas yang tertindas dan kelas-kelas yang
menindas tidak terelakkan. Kapitalisme telah mengubah semua hal itu.
Perkembangan teknik-teknik produksi di bawah kapitalisme telah sedemikian hebat
sehingga memungkinkan masyarakat terbebaskan dari perjuangan mati-matian untuk
bertahan hidup. Kapitalisme telah memungkinkannya. Tapi, pada saat yang sama
kapitalisme telah membangun rintangan-rintangan untuk mencegahnya!
Dalam
perjuangan untuk menggulingkan kapitalisme dan membangun tatanan masa depan yang baru, kita tahu bahwa kita tidak sedang
berjuang demi kepentingan-kepentingan kita sendiri belaka, atau bahkan demi
kepentingan-kepentingan mayoritas luas. Kita sedang berjuang demi satu-satunya
jalan masa depan bagi seluruh umat manusia!
Marxisme adalah pedoman untuk memahami realitas dan mengubahnya. Kita butuh teori Marxis sebagai panduan aksi perjuangan.
*** (Bersambung)
Disadur oleh Pandu Jakasurya dari Duncan Hallas (1971), The Meaning of Marxim, https://www.marxists.org/archive/hallas/works/1971/meaning/marxism.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar