Dua: Revolusi Kapitalis
Kapitalisme adalah sistem sosial
yang paling revolusioner yang pernah ada. Perubahan, yakni perubahan yang
terus-menerus dan semakin cepat, adalah wataknya. “Kelas kapitalis tidak bisa
eksis,” tulis Karl Marx, “tanpa terus-menerus merevolusionerkan
perkakas-perkakas produksi, dan dengan jalan itu hubungan-hubungan produksi,
dan dengan itu relasi masyarakat secara keseluruhan.”
Dua setengah abad yang lalu,
mayoritas rakyat pekerja Inggris, yakni kaum tani, hidup dan bekerja dengan
cara yang tidak terlalu berbeda dengan leluhur mereka. Tentu ada perbedaan. Bila
Wat Tyler dan orang-orang lainnya yang memimpin pemberontakan akbar kaum tani
pada 1381 bangkit kembali pada 1750, sudah barang tentu mereka akan melihat banyak
hal yang akan membuat mereka terheran-heran. Meski demikian, mungkin mereka
tidak akan terlalu kesulitan memahami cara hidup massa rakyat.
Kaum tani masih bekerja di
ladang-ladang terbuka dengan perkakas-perkakas yang sama dan metode-metode yang
sama dengan yang telah digunakan sejak masa yang sangat silam. Mereka masih
mengalami kelaparan dan kedinginan di setiap musim dingin dan merayakan musim
semi yang akan datang dengan antusiasime yang tak terbayangkan bagi kita
sekarang. “Rumah-rumah besar”, yakni rumah-rumah yang indah milik kaum “orang baik-baik”
dan pejabat gerejawi tingkat tinggi, masih mendominasi seperti yang terjadi
selama seribu tahun.
Pada 1750 Inggris menyongsong fajar
perubahan terbesar dalam kehidupan manusia sejak ditemukannya pertanian.
Kapitalisme industrial, setelah berangsur-angsur mencapai kemajuan demi
kemajuan, mulai membuat lompatan ke depan. Perubahan memang tidak terjadi satu
kali, seketika, dan meliputi segala sesuatu. Tapi sekali dimulai, proses itu akan
terus bergerak untuk mentransformasi dunia. Pertama dan terutama, kapitalisme
menciptakan sebuah pasar dunia.
Perdagangan jarak jauh bisa
ditelusuri sampai ke zaman kuno, tapi dampaknya terhadap masyarakat tidak
signifikan. Dengan produksi kapitalis, perdagangan jarak jauh menjadi sentral.
Terobosan pertama menuju industrialisasi tidak akan terjadi tanpa apa yang
dengan santun dinamakan sebagai “pengambilan sumber-sumber daya dan kerja non-Eropa”
oleh seorang sejarawan konservatif. Perang, penjarahan, dan perbudakan memainkan
peranan penting dalam proses “akumulasi primitif” ini – pengumpulan awal
sumber-sumber daya untuk kemudian diubah menjadi kapital. Tapi perdagangan,
yakni perdagangan yang tidak setara dan semi-monopolistik, adalah ciri
sentralnya.
Sejarawan ekonomi, E.J. Hobsbawm, telah
meringkaskan perkembangan ini.
“Di
balik Revolusi Industri terletak konsentrasi terhadap pasar-pasar kolonial dan
‘terbelakang’ di negeri-negeri seberang lautan, pertempuran yang berhasil
dimenangkan untuk mencegah negeri-negeri itu jatuh ke pihak lain. Kami mengalahkan
mereka di Timur: pada 1766 kami bahkan telah mengalahkan orang Belanda dalam
perdagangan Tiongkok. Kami mengalahkan mereka di Barat: pada awal 1780-an,
lebih dari setengah dari semua budak yang diimpor dari Afrika mendatangkan
profit bagi para pedagang budak Inggris. Kami meraih kemenangan juga sehubungan
dengan barang-barang Inggris … Perekonomian industrial kami tumbuh dari
perdagangan kami, secara khusus perdagangan
kami dengan dunia yang terbelakang.”
The Battle of Marston Moor, 1644 |
Basis politik bagi serangkaian
peperangan agresi yang memungkinkan kelahiran kapitalisme Inggris telah
diletakkan lebih awal. Revolusi Inggris Abad XVII telah menciptakan sistem
politik berikut kelas penguasanya yang menindas rakyat Inggris sekaligus memerangi
kelas-kelas penguasa lainnya demi menguasai dunia. Dampak dari fase pertama imperialisme
Inggris ini sangat berbeda dari dampak-dampak yang ditimbulkan oleh para
penakluk sebelumnya. Genghis Khan dan sejenisnya telah menciptakan kemaharajaan-kemaharajaan
besar, tapi kecil saja perubahan sosial yang diakibatkannya. Ekspansi Inggris
pada Abad XVIII dan Abad XIX sangat berbeda. Ekspansi Inggris adalah pembawa
perubahan sosial yang revolusioner.
Di beberapa negeri, hasil dari
perjuangan-perjuangan kelas yang lebih awal memungkinkan kelas-kelas kapitalis
meraih kontrol dan mengimitasi serta berkembang menurut model Inggris. Prancis, Belgia, dan Jerman, setelah melalui
perubahan-perubahan politik yang bergelimang kekerasan, menjadi negeri-negeri
kapitalis maju. Setelah Perang Sipil (1861-1865), AS menjadi negeri kapitalis
maju. Jepang adalah yang berikutnya.
British Colonialism |
Negeri-negeri yang lain, di mana
perjuangan-perjuangan sebelumnya telah meninggalkan kelas-kelas kapitalis
aktual atau potensial dalam keadaan terlalu lemah untuk merebut kekuasaan,
menjadi wilayah-wilayah jajahan atau semi-jajahan. Tapi negeri-negeri itu juga
mengalami transformasi. Sistem sosial mereka bukannya tidak berubah. Mereka
terlempar ke belakang. Perekonomian mereka mengalami pemelaratan, lebih
“terbelakang” daripada sebelumnya pada masa pra-kapitalis. Sementara “Barat”
mengalami industrialisasi, negeri-negeri itu malah mengalami
de-industrialisasi. Pada 1810 hampir 40 persen rakyat India hidup di kota-kota di
mana produksi tekstil tenunan tangan dan barang-barang metal berlangsung. Pada 1900
hanya sedikit di atas 10 persen yang hidup di kota-kota kecil, kendati beberapa
kota besar mengalami pertumbuhan pesat.
British Colonies |
Sekali didirikan, pasar dunia
mendominasi kehidupan ekonomi di mana-mana. Hingga saat ini. Solusi-solusi yang
murni “nasional” terhadap problem-problem ekonomi dan sosial sama sekali tidak memadai.
Basis dari internasionalisme adalah fakta bahwa keputusan-keputusan yang
diambil di Frankfurt, New York, atau Osaka berdampak vital terhadap apa yang
terjadi di Birmingham dan sebaliknya!
Dampak revolusioner yang kedua dari
kapitalisme adalah suatu peningkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam
produktivitas kerja. Lebih dari satu abad yang lalu Marx menulis,
“…
kelas kapitalis dalam kekuasaannya yang kurang dari 100 tahun telah menciptakan
tenaga-tenaga produktif yang lebih masif dan lebih kolosal daripada gabungan
semua yang telah diciptakan semua generasi.”
Sejak saat itu, pertumbuhan dalam
produktivitas kerja dan dalam teknik-teknik produksi yang telah dihasilkan oleh
kompetisi kapitalis telah membuat tenaga-tenaga produktif di zaman Marx
terlihat sangat kecil. Namun, peningkatan output
di bawah kapitalisme tidak akan menyelesaikan problem-problem kita. Faktanya, kapitalisme
malah bisa memperburuk problem-problem itu.
Point-nya jelas.
Basis material untuk suatu masyarakat dunia yang didasarkan pada
ko-operasi (kerjasama) yang bebas telah diciptakan oleh kapitalisme. Nah, bila
kelengkapan produktif saat ini
diorganisir secara rasional untuk berproduksi guna memenuhi kebutuhan dan bukan
demi mencetak profit, kemiskinan di seluruh dunia dipastikan akan bisa dihapuskan.
Disadur oleh Pandu Jakasurya dari Duncan Hallas, The Meaning of Marxism, https://www.marxists.org/archive/hallas/works/1971/meaning/marxism.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar