Jumat, 20 Maret 2015

MARXISME: MAKNA DAN RELEVANSINYA (2)

Dua: Revolusi Kapitalis

Kapitalisme adalah sistem sosial yang paling revolusioner yang pernah ada. Perubahan, yakni perubahan yang terus-menerus dan semakin cepat, adalah wataknya. “Kelas kapitalis tidak bisa eksis,” tulis Karl Marx, “tanpa terus-menerus merevolusionerkan perkakas-perkakas produksi, dan dengan jalan itu hubungan-hubungan produksi, dan dengan itu relasi masyarakat secara keseluruhan.”

Dua setengah abad yang lalu, mayoritas rakyat pekerja Inggris, yakni kaum tani, hidup dan bekerja dengan cara yang tidak terlalu berbeda dengan leluhur mereka. Tentu ada perbedaan. Bila Wat Tyler dan orang-orang lainnya yang memimpin pemberontakan akbar kaum tani pada 1381 bangkit kembali pada 1750, sudah barang tentu mereka akan melihat banyak hal yang akan membuat mereka terheran-heran. Meski demikian, mungkin mereka tidak akan terlalu kesulitan memahami cara hidup massa rakyat.

Kaum tani masih bekerja di ladang-ladang terbuka dengan perkakas-perkakas yang sama dan metode-metode yang sama dengan yang telah digunakan sejak masa yang sangat silam. Mereka masih mengalami kelaparan dan kedinginan di setiap musim dingin dan merayakan musim semi yang akan datang dengan antusiasime yang tak terbayangkan bagi kita sekarang. “Rumah-rumah besar”, yakni rumah-rumah yang indah milik kaum “orang baik-baik” dan pejabat gerejawi tingkat tinggi, masih mendominasi seperti yang terjadi selama seribu tahun.

Pada 1750 Inggris menyongsong fajar perubahan terbesar dalam kehidupan manusia sejak ditemukannya pertanian. Kapitalisme industrial, setelah berangsur-angsur mencapai kemajuan demi kemajuan, mulai membuat lompatan ke depan. Perubahan memang tidak terjadi satu kali, seketika, dan meliputi segala sesuatu. Tapi sekali dimulai, proses itu akan terus bergerak untuk mentransformasi dunia. Pertama dan terutama, kapitalisme menciptakan sebuah pasar dunia.

Perdagangan jarak jauh bisa ditelusuri sampai ke zaman kuno, tapi dampaknya terhadap masyarakat tidak signifikan. Dengan produksi kapitalis, perdagangan jarak jauh menjadi sentral. Terobosan pertama menuju industrialisasi tidak akan terjadi tanpa apa yang dengan santun dinamakan sebagai “pengambilan sumber-sumber daya dan kerja non-Eropa” oleh seorang sejarawan konservatif. Perang, penjarahan, dan perbudakan memainkan peranan penting dalam proses “akumulasi primitif” ini – pengumpulan awal sumber-sumber daya untuk kemudian diubah menjadi kapital. Tapi perdagangan, yakni perdagangan yang tidak setara dan semi-monopolistik, adalah ciri sentralnya.

Sejarawan ekonomi, E.J. Hobsbawm, telah meringkaskan perkembangan ini.

“Di balik Revolusi Industri terletak konsentrasi terhadap pasar-pasar kolonial dan ‘terbelakang’ di negeri-negeri seberang lautan, pertempuran yang berhasil dimenangkan untuk mencegah negeri-negeri itu jatuh ke pihak lain. Kami mengalahkan mereka di Timur: pada 1766 kami bahkan telah mengalahkan orang Belanda dalam perdagangan Tiongkok. Kami mengalahkan mereka di Barat: pada awal 1780-an, lebih dari setengah dari semua budak yang diimpor dari Afrika mendatangkan profit bagi para pedagang budak Inggris. Kami meraih kemenangan juga sehubungan dengan barang-barang Inggris … Perekonomian industrial kami tumbuh dari perdagangan  kami, secara khusus perdagangan kami dengan dunia yang terbelakang.”

The Battle of Marston Moor, 1644
Basis politik bagi serangkaian peperangan agresi yang memungkinkan kelahiran kapitalisme Inggris telah diletakkan lebih awal. Revolusi Inggris Abad XVII telah menciptakan sistem politik berikut kelas penguasanya yang menindas rakyat Inggris sekaligus memerangi kelas-kelas penguasa lainnya demi menguasai dunia. Dampak dari fase pertama imperialisme Inggris ini sangat berbeda dari dampak-dampak yang ditimbulkan oleh para penakluk sebelumnya. Genghis Khan dan sejenisnya telah menciptakan kemaharajaan-kemaharajaan besar, tapi kecil saja perubahan sosial yang diakibatkannya. Ekspansi Inggris pada Abad XVIII dan Abad XIX sangat berbeda. Ekspansi Inggris adalah pembawa perubahan sosial yang revolusioner.

Di beberapa negeri, hasil dari perjuangan-perjuangan kelas yang lebih awal memungkinkan kelas-kelas kapitalis meraih kontrol dan mengimitasi serta berkembang menurut model Inggris.  Prancis, Belgia, dan Jerman, setelah melalui perubahan-perubahan politik yang bergelimang kekerasan, menjadi negeri-negeri kapitalis maju. Setelah Perang Sipil (1861-1865), AS menjadi negeri kapitalis maju. Jepang adalah yang berikutnya.

British Colonialism
Negeri-negeri yang lain, di mana perjuangan-perjuangan sebelumnya telah meninggalkan kelas-kelas kapitalis aktual atau potensial dalam keadaan terlalu lemah untuk merebut kekuasaan, menjadi wilayah-wilayah jajahan atau semi-jajahan. Tapi negeri-negeri itu juga mengalami transformasi. Sistem sosial mereka bukannya tidak berubah. Mereka terlempar ke belakang. Perekonomian mereka mengalami pemelaratan, lebih “terbelakang” daripada sebelumnya pada masa pra-kapitalis. Sementara “Barat” mengalami industrialisasi, negeri-negeri itu malah mengalami de-industrialisasi. Pada 1810 hampir 40 persen rakyat India hidup di kota-kota di mana produksi tekstil tenunan tangan dan barang-barang metal berlangsung. Pada 1900 hanya sedikit di atas 10 persen yang hidup di kota-kota kecil, kendati beberapa kota besar mengalami pertumbuhan pesat.

British Colonies
Sekali didirikan, pasar dunia mendominasi kehidupan ekonomi di mana-mana. Hingga saat ini. Solusi-solusi yang murni “nasional” terhadap problem-problem ekonomi dan sosial sama sekali tidak memadai. Basis dari internasionalisme adalah fakta bahwa keputusan-keputusan yang diambil di Frankfurt, New York, atau Osaka berdampak vital terhadap apa yang terjadi di Birmingham dan sebaliknya!

Dampak revolusioner yang kedua dari kapitalisme adalah suatu peningkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam produktivitas kerja. Lebih dari satu abad yang lalu Marx menulis,

“… kelas kapitalis dalam kekuasaannya yang kurang dari 100 tahun telah menciptakan tenaga-tenaga produktif yang lebih masif dan lebih kolosal daripada gabungan semua yang telah diciptakan semua generasi.”

Sejak saat itu, pertumbuhan dalam produktivitas kerja dan dalam teknik-teknik produksi yang telah dihasilkan oleh kompetisi kapitalis telah membuat tenaga-tenaga produktif di zaman Marx terlihat sangat kecil. Namun, peningkatan output di bawah kapitalisme tidak akan menyelesaikan problem-problem kita. Faktanya, kapitalisme malah bisa memperburuk problem-problem itu.

Point-nya jelas. Basis material untuk suatu masyarakat dunia yang didasarkan pada ko-operasi (kerjasama) yang bebas telah diciptakan oleh kapitalisme. Nah, bila kelengkapan produktif  saat ini diorganisir secara rasional untuk berproduksi guna memenuhi kebutuhan dan bukan demi mencetak profit, kemiskinan di seluruh dunia dipastikan akan bisa dihapuskan.

Konsekuensi revolusioner yang ketiga dari kapitalisme adalah penciptaan basis manusiawi dari sosialisme: kelas pekerja modern. Ya, kelas buruh alias proletariat! Di sinilah tema sentral pemikiran Marx: proletariat unik dalam sejarah, baik pada dirinya sendiri maupun dalam peran historis yang bisa dijalankannya! ***

Disadur oleh Pandu Jakasurya dari Duncan Hallas, The Meaning of Marxismhttps://www.marxists.org/archive/hallas/works/1971/meaning/marxism.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar